Hilirisasi Teknologi Nasional, Langkah Strategis BPPT dalam Menghadapi Pandemi (II) - Berita Terkini | Covid19.go.id

Berita Terkini

Hilirisasi Teknologi Nasional, Langkah Strategis BPPT dalam Menghadapi Pandemi (II)

Kemampuan memeriksa dan mendiagnosa penderita COVID-19. Salah satu simpul terpenting untuk mengurai kompleksitas permasalahan terkait pandemi yang dihadapi adalah dengan mengedepankan solusi berbasis inovasi dan  teknologi. 

Menyikapi kondisi tersebut,  Kepala BPPT merespon dengan membentuk sebuah tim task force yang dinamai TFRIC-19 (Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk COVID-19) yang bertugas menginisiasi pengembangan solusi multi dimensi dengan dukungan peneliti dan perekayasa lintas disiplin, bahkan lintas institusi. 

Dimana misi utama TFRIC-19 adalah mengembangkan sebuah model solutif untuk mengatasi pandemi dengan mengedepankan konsep ekosistem yang selain dapat mengakomodir kebutuhan berbagai teknologi dalam pengelolaan pandemi, juga sekaligus dapat mengkanalisasi berbagai potensi para peneliti dan perekayasa Indonesia dalam satu platform bersama. 

Setelah sebelumnya berhasil mendorong pembuatan Test kit RT-PCR, hingga skala produksi,  oleh PT. Biofarma. BPPT kemudian juga diamanahi tugas untuk mengakselerasi hilirisasi teknologi dalam proses testing dan penerapan berbagai teknologi garda depan untuk mengembangkan alat kesehatan dan perancangan vaksin serta obat. Untuk itu telah dimulai proses whole genome sequencing untuk membantu pemetaan genomik virus Sars CoV-2 yang ditemukan dari spesimen Indonesia. 

Dimana data WGS ini adalah modal utama dalam proses perancangan vaksin dan obat secara in silico dalam ranah bioinformatika. Sementara akselerasi alih teknologi lainnya adalah dalam bidang pembuatan alat kesehatan, yaitu berupa pembuatan 3 varian ventilator darurat dengan bekerjasama dengan pihak industri terkait.

Saat ini 2 varian ventilator BPPT sudah melalui uji klinis yang direlaksasi dan mendapat izin edar dari Ditjen Farmalkes Kemenkes.

*_Testing & Tracing_*

Masih di aspek _testing& tracing_, TFRIC-19 juga tengah mengembangkan metoda diagnostik imunologi garda depan, yaitu _microchip SPR_ (surface plasmon resonance) yang dikerjakan oleh para peneliti dari ITB dan Unpad. Juga satu lagi varian RDT dengan pilihan antigen target yang berbeda, tengah dikembangkan di ITB, sebagai pelengkap diagnostik yang tak kalah pentingnya.

Masih di ranah _testing_, dalam hal ini lebih tepatnya di kategori penegakan diagnosis di fasilitas layanan kesehatan rujukan, TFRIC-19 telah mengembangkan _Sistem Pemandu Diagnostik berbasis Kecerdasan Artifisial_,  yang dapat dikategoripenegaka genre DSS (decision support system). 

Sistem ini bersifat sangat komprehensif, karena juga dilengkapi dengan analisis kerentanan berdasar data epidemiologi, klinis, geospasial, dan sosial ekonomi, termasuk data profil demografis dan infrastruktur yang dianalisis dengan metoda _Knowledge Growing System_/ KGS. 

Besar harapan, pasca pandemi sistem ini dapat menjadi salah satu solusi alternatif dalam proses berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, khususnya teknologi informasi.

Secara paralel TFRIC-19 juga sedang melakukan proses kliring teknologi terhadap inovasi dari F-MIPA UGM berupa piranti Radiografi Sinar-X Fluoresens Digital atau _Direct Digital Radiography_/ DDR yang bersifat _compact_ dan memiliki tingkat emisi radiasi relatif rendah dan data citra yang didapatkan dapat langsung diolah secara digital. 

Untuk mengoptimasi piranti tersebut TFRIC-19 akan mengintegrasikan sistem pemandu diagnostik berbasis kecerdasan artifisial yang tengah dikembangkan dan juga sistem telemedisin BPPT yang saat ini juga telah diujicobakan di beberapa lokasi di wilayah Tangerang Selatan. Sistem telemedisin eksisting yang telah melalui proses pengujian antara lain adalah Tele EKG dan USG. 

Telemedisin  BPPT berbasis web yang memudahkan akses dan pengoperasiannya di daerah.   Sistemnya terdiri dari _telemedicine acquistion system_ (dinamai telemedicine workstation) dimana beberapa peralatan medis dapat diintegrasikan disini seperti EKG, _Digital Stethoscope_, USG, _Vital Sign Monitor_, dan _Digital Radiography_. Lalu bagian kedua adalah _Telemedicine Server_ (EMR, PACS dan video conference server), dan bagian ketiga adalah _Telemedicine viewer_ (untuk dokter). Sedangkan untuk konsultasi antara pasien dengan dokter spesialis digunakan konsep model konferensi video seperti Zoom. Sistem telemedisin BPPT juga sudah dilengkapi pengaman data maupun dokumen rekam medis.

Untuk menunjang proses integrasi tersebut BPPT juga telah mengembangkan Sistem Informasi Puskesmas (SIMPUS) yang dikembangkan oleh BJIK dan turut membantu Kemenkes dalam mengembangkan sistem informasi Keluarga Sehat. Jika semua sistem ini dapat terintegrasi dan terkoneksi dengan sistem RS Online (CMMS) Ditjen Yankes dan sistem logistik kesehatan Pusat Krisis Kesehatan maka efek konstruktif yang bisa didapatkan diharap dapat memberi makna signifikan dalam mengakselerasi pengembangan sistem informasi kesehatan nasional yang terintegrasi. Termasuk jika data terkait proses aktuaria, _coding_ , dan verifikasi klaim BPJS di tahap berikutnya dapat memanfaatkan sistem ini, juga menjadi salah satu kanal asupan data. 

Sejalan dengan semua program di atas, tentu diperlukan juga berbagai faktor penunjang kesehatan seperti kemampuan untuk menilai dan memproduksi alat pelindung diri/APD/Hazmat yang sesuai dengan standar keselamatan dan kelayakan yang berlaku. Untuk itu BPPT dan TFRIC-19 telah merancang dan menguji prosedur standar pengujian yang dapat menjadi panduan bagi produsen APD. 

Tak hanya itu saja, dalam rangka menunjang alih kebiasaan menuju adaptasi kebiasaan baru, TFRIC-19 BPPT juga telah mendesain dan memproduksi alat pencuci tangan inovatif dan biskuit berteknologi hayati tepat guna, Bisku NEO, yang dilengkapi dengan unsur nutrisi pemenuh kebutuhan kalori dan protein serta diperkaya dengan kandungan zat yang bersifat imunomodulator.

Sebenarnya jika konsep model ekosistem solutif ini dapat terus dikembangkan maka akan banyak potensi hasil riset yang dapat dihilirisasi serta mampu melalui "jembatan lembah kematian", sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala BPPT saat mengapresiasi peran dari PT. LEN Industri dalam hilirisasi teknologi alat kesehatan melalui produksi ventilator BVM BPPT3S-LEN nya. Integrasi dan kolaborasi menjadi kata kunci. Prokreasi dan kooperasi atau kerjasama adalah misi inti yang mutlak diperlukan dalam mengonstruksi sebuah solusi. 

Di aspek pemenuhan kebutuhan nutrisi bergizi di masa pandemi misalnya, BPPT memiliki produk hasil budidaya dan pemuliaan berupa spesies ikan Nila Salina yang dapat hidup di perairan bersalinitas tinggi. Cocok untuk sebagian besar wilayah perairan di Indonesia, dan tentu saja dapat menjadi pengungkit ekonomi keluarga jika berhasil didayagunakan sebagai alternatif pendapatan rumah tangga, khususnya nelayan yang profesinya banyak dipengaruhi kondisi iklim dan cuaca. 

Intinya model ekosistem riset dan inovasi teknologi yang diperkenalkan melalui TFRIC-19, besar harapan, ke depan dapat direplikasi bahkan dimagnifikasi sebagai salah satu model pendekatan solutif bagi berbagai permasalahan bangsa yang bersifat multi dimensi.

 

 (HUMAS/HMP/ED)

Bagikan

Info Penting